www.lawangbagja.com ; jurnal another goblog'er
Angin utara bertiup kencang beberapa hari terakhir ini. Menyebrangi teluk Persia setelah sebelumnya melewati Persia,Iran hingga akhirnya menerpa wajahku yang sedang berdiri menikmati chay di pinggiran teluk yang tidak akan pernah sepi dari konflik hingga kiamat nanti. Kebiasaan minum chay di pagi hari seperti wabah menular di Gulf. Semula kebiasaan ini berasal para migran Asia Tengah yang biasanya sebelum bekerja menyeruput chay hangat di pagi hari. Terlebih di udara dingin seperti ini sungguh nikmat ternyata satu gelas air panas dicelup teh lipton kemudian dicampur susu sapi asli hingga berwarna coklat pucat. Bagi yang suka manis bisa ditambah satu sendok teh gula. Namun bagi yang sedang diet cukup teh dan susu saja. Agar aroma Asia tengahnya segar terasa, ditambahkan sedikit zaatar.
Saya memang berada di daerah remote area yang jaraknya 250 km sebelah barat dari pusat pemerintahan atau lebih tepatnya di pinggiran zona empty quarter, Rub al Khali. Di sebut pinggiran karena kota-kota yang dibangun di sepanjang trek Abu Dhabi sampai ke border Saudi ada di sepanjang pantai teluk. Tidak terlalu jauh menjorok ke daratan karena lahan kosong yang membentang ke dalam belum layak untuk ditempati paling tidak hingga saat ini . Dengan posisi seperti itu jadilah halaman depan kami teluk Persia dan halaman belakang kami Rub al Khali, empty quarter.
Jika saya berdiri di pinggiran pantai teluk Persia maka tepat di sebrang sana negara Mullah. Negara yang saat ini sedang favorite digosipkan karena nekat mengembangkan nuklirnya. Uniknya, bagi orang Arab, emoh menyebut teluk Persia mereka mengklaim sebagai teluk Arabia. Biar saja, toh ini hanya masalah ego. Sungguh menikmati chay sambil berdiri menatap teluk, di terpa angin dingin yang membelai, sambil sesekali menyeruputnya menjadi sebuah sensasi luar biasa. Saya merasa seperti actor Jimmy, pemeran film Quantum Leap yang sukses di tahun 1989. jika kemaren baru saja berasik ria di metropolitan tiba-tiba loncat di wilayah asing dan sinis penuh konflik dengan suku primitif.
Pinggiran teluk Persia, wilayah yang suka atau tidak menjadi warna penentu bola dunia. Sejak zaman Mesopotamia sampai runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani wilayah ini menjadi urat nadi penentu ritme peradaban dunia. Mereka yang dari Eropa,Afrika, hingga Benua Amerika pun akan menghadapkan wajahnya ke teluk ini. Ya, karena jalan tidaknya roda mesin kendaraan mereka tergantung berapa banyak emas hitam dipasok dari wilayah ini. Lalu lintas teluk selalu ramai dengan kapal-kapal tanker yang mengangkut crude oil ke penjuru dunia. Inilah berkah yang tidak diberikan pada benua lainnya di small globe ini. Andai saja satu hari semua sumur minyak di jazirah ini stop berproduksi dan semua kapal tanker istirahat artinya teluk diliburkan satu hari entah apa yang terjadi dengan harga minyak yang dipasarkan di New York sana.
Asap hitam flare dari sumur-sumur minyak dan industri gas dan petrokimia serta pembangunan massif di kawasan ini meninggalkan jejak karbon yang tercetak tebal di satelit luar angkasa sana. Sementara masih di kawasan ini, jejak selongsong peluru, granat, hingga mortir dan sisa-sisa deep throat GBU-28 atau bom pintar membekas hingga puluhan meter ke dalam tanah. Namun lebih dalam lagi kebencian yang mengeras dan melesak membekas di hati setiap anak manusia yang menjadi korban dari keserakahan dan ketamakan barbarian yang mengaku menjadi manusia paling beradab dengan demokrasinya (baca; democrazy).
Semestinya dengan era emas hitam ini, negeri-negeri di sepanjang pinggiran teluk Persia bisa mengalami kemajuan yang pesat dan bahkan layak memimpin dunia. Dengan minyak mereka berlimpah ruah dengan harta dan bisa membangun serta mensejahterakan rakyatnya. Jalan-jalan mulus seperti pemardani Syiria, bangunan-bangunan kokoh yang tinggi menjulang seperti kotanya kaum 'Ad, Emas dan mutiara berserakan menghiasi tangan dan kaki yang bersih terawat, kendaraan keluar terbaru dengan limited editionnya, pakaian bermotif yang menebarkan wewangian hingga tercium sampai ujung gang sana, buah-buahan impor yang didatangkan dari semua manca negara dari durian sampai manggis dan tak kenal musim sepanjang hari akan mudah ditemukan di mall dan traditional market. Apalagi selain di pinggiran Teluk Persia?
Namun Iblis dan setan memang bekerja penuh dengan komitmen. Harus kita akui mereka adalah profesional di bidangnya dan mempunyai jam kerja serta etos semangat melebihi bangsa jepang. Hingga kesuksesan mereka raih dengan menceraiberaikan bangsa-bangsa di pinggiran teluk Persia ini, menyokong dan mengirimkan para tentara keturunan babi dan kera, dan mewarnai sejarah pinggiran teluk Persia dengan warna merah darah. Keserakahan dan akedengkian adalah pangkal semua cerita kelam ini.
Di Pinggiran teluk Persia, aku menghabiskan kesekian kalinya satu gelas chay. Perih batin memandang hilir mudik kapal tanker. Sampai kapan keadilan terus disingkirkan. Tentu bukan hanya di pinggiran teluk Persia saja tapi termasuk di Gaza, Irak, Chechnya, Lubnan, Mindanau, hingga sampai ke pinggiran kali Banten. Sejarah keserakahan memang masih menjadi pangkal penderitaan umat manusia hingga hari ini yang menggurat kesedihan melahirkan tangis yang menganak sungai dari pinggiran Teluk Persia sampai ke pinggiran kali Banten.
Dari tepian Rub al Khali, Empty Quarter
sumber: WongBanten@yahoogroups.com
Dari: "Lawang bagja" (lawang.bagja@yahoo.com)
Sat, 3 Jan 2009 23:37:32 -0800 (PST)
Angin utara bertiup kencang beberapa hari terakhir ini. Menyebrangi teluk Persia setelah sebelumnya melewati Persia,Iran hingga akhirnya menerpa wajahku yang sedang berdiri menikmati chay di pinggiran teluk yang tidak akan pernah sepi dari konflik hingga kiamat nanti. Kebiasaan minum chay di pagi hari seperti wabah menular di Gulf. Semula kebiasaan ini berasal para migran Asia Tengah yang biasanya sebelum bekerja menyeruput chay hangat di pagi hari. Terlebih di udara dingin seperti ini sungguh nikmat ternyata satu gelas air panas dicelup teh lipton kemudian dicampur susu sapi asli hingga berwarna coklat pucat. Bagi yang suka manis bisa ditambah satu sendok teh gula. Namun bagi yang sedang diet cukup teh dan susu saja. Agar aroma Asia tengahnya segar terasa, ditambahkan sedikit zaatar.
Saya memang berada di daerah remote area yang jaraknya 250 km sebelah barat dari pusat pemerintahan atau lebih tepatnya di pinggiran zona empty quarter, Rub al Khali. Di sebut pinggiran karena kota-kota yang dibangun di sepanjang trek Abu Dhabi sampai ke border Saudi ada di sepanjang pantai teluk. Tidak terlalu jauh menjorok ke daratan karena lahan kosong yang membentang ke dalam belum layak untuk ditempati paling tidak hingga saat ini . Dengan posisi seperti itu jadilah halaman depan kami teluk Persia dan halaman belakang kami Rub al Khali, empty quarter.
Jika saya berdiri di pinggiran pantai teluk Persia maka tepat di sebrang sana negara Mullah. Negara yang saat ini sedang favorite digosipkan karena nekat mengembangkan nuklirnya. Uniknya, bagi orang Arab, emoh menyebut teluk Persia mereka mengklaim sebagai teluk Arabia. Biar saja, toh ini hanya masalah ego. Sungguh menikmati chay sambil berdiri menatap teluk, di terpa angin dingin yang membelai, sambil sesekali menyeruputnya menjadi sebuah sensasi luar biasa. Saya merasa seperti actor Jimmy, pemeran film Quantum Leap yang sukses di tahun 1989. jika kemaren baru saja berasik ria di metropolitan tiba-tiba loncat di wilayah asing dan sinis penuh konflik dengan suku primitif.
Pinggiran teluk Persia, wilayah yang suka atau tidak menjadi warna penentu bola dunia. Sejak zaman Mesopotamia sampai runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani wilayah ini menjadi urat nadi penentu ritme peradaban dunia. Mereka yang dari Eropa,Afrika, hingga Benua Amerika pun akan menghadapkan wajahnya ke teluk ini. Ya, karena jalan tidaknya roda mesin kendaraan mereka tergantung berapa banyak emas hitam dipasok dari wilayah ini. Lalu lintas teluk selalu ramai dengan kapal-kapal tanker yang mengangkut crude oil ke penjuru dunia. Inilah berkah yang tidak diberikan pada benua lainnya di small globe ini. Andai saja satu hari semua sumur minyak di jazirah ini stop berproduksi dan semua kapal tanker istirahat artinya teluk diliburkan satu hari entah apa yang terjadi dengan harga minyak yang dipasarkan di New York sana.
Asap hitam flare dari sumur-sumur minyak dan industri gas dan petrokimia serta pembangunan massif di kawasan ini meninggalkan jejak karbon yang tercetak tebal di satelit luar angkasa sana. Sementara masih di kawasan ini, jejak selongsong peluru, granat, hingga mortir dan sisa-sisa deep throat GBU-28 atau bom pintar membekas hingga puluhan meter ke dalam tanah. Namun lebih dalam lagi kebencian yang mengeras dan melesak membekas di hati setiap anak manusia yang menjadi korban dari keserakahan dan ketamakan barbarian yang mengaku menjadi manusia paling beradab dengan demokrasinya (baca; democrazy).
Semestinya dengan era emas hitam ini, negeri-negeri di sepanjang pinggiran teluk Persia bisa mengalami kemajuan yang pesat dan bahkan layak memimpin dunia. Dengan minyak mereka berlimpah ruah dengan harta dan bisa membangun serta mensejahterakan rakyatnya. Jalan-jalan mulus seperti pemardani Syiria, bangunan-bangunan kokoh yang tinggi menjulang seperti kotanya kaum 'Ad, Emas dan mutiara berserakan menghiasi tangan dan kaki yang bersih terawat, kendaraan keluar terbaru dengan limited editionnya, pakaian bermotif yang menebarkan wewangian hingga tercium sampai ujung gang sana, buah-buahan impor yang didatangkan dari semua manca negara dari durian sampai manggis dan tak kenal musim sepanjang hari akan mudah ditemukan di mall dan traditional market. Apalagi selain di pinggiran Teluk Persia?
Namun Iblis dan setan memang bekerja penuh dengan komitmen. Harus kita akui mereka adalah profesional di bidangnya dan mempunyai jam kerja serta etos semangat melebihi bangsa jepang. Hingga kesuksesan mereka raih dengan menceraiberaikan bangsa-bangsa di pinggiran teluk Persia ini, menyokong dan mengirimkan para tentara keturunan babi dan kera, dan mewarnai sejarah pinggiran teluk Persia dengan warna merah darah. Keserakahan dan akedengkian adalah pangkal semua cerita kelam ini.
Di Pinggiran teluk Persia, aku menghabiskan kesekian kalinya satu gelas chay. Perih batin memandang hilir mudik kapal tanker. Sampai kapan keadilan terus disingkirkan. Tentu bukan hanya di pinggiran teluk Persia saja tapi termasuk di Gaza, Irak, Chechnya, Lubnan, Mindanau, hingga sampai ke pinggiran kali Banten. Sejarah keserakahan memang masih menjadi pangkal penderitaan umat manusia hingga hari ini yang menggurat kesedihan melahirkan tangis yang menganak sungai dari pinggiran Teluk Persia sampai ke pinggiran kali Banten.
Dari tepian Rub al Khali, Empty Quarter
sumber: WongBanten@yahoogroups.com
Dari: "Lawang bagja" (lawang.bagja@yahoo.com)
Sat, 3 Jan 2009 23:37:32 -0800 (PST)
Komentar :
Posting Komentar
Pengunjung Yth, Kami mempersilahkan anda untuk mengisi komentar disini. Jika berkenan, harap cantumkan nama & Kab/Kota tempat tinggal anda. Terima Kasih,,